Perlindungan Hukum Bidan dalam Tindakan Pemasangan Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas
DOI:
https://doi.org/10.30649/jhek.v1i1.12Kata Kunci:
AKDR, Bidan, Perlindungan Hukum.Abstrak
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dapat ditekan melalui program Keluarga Berencana (KB), salah satunya dengan pelayanan pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) oleh bidan di Puskesmas. Secara yuridis bidan memiliki wewenang dalam pemasangan AKDR. Namun seringkali terjadi kegagalan kontrasepsi, yang mana bidan dapat menghadapi tuntutan pidana maupun perdata mengenai kasus pemasangan AKDR. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Terkait permasalahan kegagalan pemasangan AKDR, bidan hanya bertanggung jawab terhadap tindakan pemasangan sesuai standar kompetensi yang dimiliki. Sementara hasil kegagalan yang mungkin terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan karena transaksi yang terjadi antara bidan dan pasien menitikbertakan terhadap usaha maksimal bidan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 terkait Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang membahas hak dan kewenangan bidan terkait pemasangan kontrasepsi. Untuk menjamin kepastian perlindungan hukum, diperlukan kejelasan peraturan mengenai profesi bidan yang tertuang dalam Undang-Undang Kebidanan.
Referensi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, Lembaran Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 977.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007, Tentang Standar Profesi Bidan.
Dahlan S. (2002). Hukum Kesehatan Rambu-Rambu bagi Profesi Dokter. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Leni Syafitri, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan PITCH Bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Beresiko Tinggi HIV/AIDS di Poliklinik Rutan Kelas I Cipinang, Tesis, Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
Nasution Bahder Johan. (2005). Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta: Rineka Cipta.
Peter Mahmud Marzuki. (2011). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Penada Media Group.
Philipus M Hadjon. (1984). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Reni Heryani. (2011). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Soetrisno S. (2010). Malpraktek Medik dan Mediasi Sebagai Alternatif Peneyelesaian Sengketa. Tangeang: Telaga Medika.
Seotiono. (2004). Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
Toto Tohir Suriatmadja. (2016). Minimalisasi Sengketa Medik Pasien dan Tenaga Kesehatan Dihubungkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Journal Litigasi, Vol. 16(2), 2015, 3011 – 3034.
DOI : http://dx.doi.org/10.23969/litigasi.v16i2.45
Wila Chandrawila. (2001). Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju.
https://lbhyogyakarta, mediasi non-litigasi. Available online from [Akses 3 Desember 2018].
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2021 Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan

Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.









