Kompetensi Tambahan Dokter Gigi Dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
DOI:
https://doi.org/10.30649/jhek.v1i2.21Kata Kunci:
dokter gigi, kompetensi tambahan, peraturan perundang-undanganAbstrak
Lahirnya UU Praktik Kedokteran telah mengubah paradigma penyelenggaraan pelayanan kesehatan, praktik kedokteran gigi dari regulasi berbasis administrasi menjadi kompetensi yang menjadi domain Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Organisasi Profesi, kewajiban mengikuti perkembangan ilmu kedokteran gigi. dan teknologi dalam Pengembangan Program Berkelanjutan sebagai proses pembelajaran sepanjang hayat, untuk sertifikasi ulang kompetensi dan tambahan kompetensi dan Surat Tanda Registrasi (STR) kompetensi sebagai bentuk pengakuan dan kewenangan yang diberikan setelah mengikuti PKB sesuai dengan prinsip dan norma hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya dan dapat membuka seluas-luasnya program kompetensi tambahan dalam rangka peningkatan kompetensi profesional, sebagai solusi atas keterbatasan pelayanan spesialis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat dari kompetensi tambahan dokter gigi dan institusi yang memiliki kewenangan untuk menyediakannya dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan pendekatan komparatif. Hakikat Kompetensi Tambahan Dokter Gigi adalah kompetensi yang diperoleh melalui PPK sebagai pembelajaran sepanjang hayat yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi dan lembaga yang berwenang untuk mengesahkan Kompetensi Tambahan Dokter Gigi di Indonesia, yaitu Konsil Kedokteran Indonesia dengan menerbitkan Tanda Daftar Kompetensi Tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Kewenangan Tambahan Dokter dan Dokter Gigi, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Pendaftaran Dokter dan Dokter Gigi, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Kualifikasi Tambahan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi.Referensi
Erin, Rena Puji, Mora Claramita, Efrayim Suryadi, Jurnal, Analisis Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia Sebagai Acuan Kurikulum Pendidikan Kedokteran Gigi, UGM, Jurnal online, 2017.
Djojonegoro, Wardiman. Keterampilan Menjelang 2020 Untuk Era Global, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1996
Komalawati, Veronica. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
____________________. Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989.
Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Kedokteran Gigi Indonesia, Cetakan Petama, KKI, Jakarta, 2006
Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Gigi Indonesia, KKI, Jakarta, 2015.
Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Gigi, KKI, Jakarta, 2006
Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010, Jakarta, 2010.
Notoatmodjo, Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian Hukum Dalam Teori dan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 2011
Soekamto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201124172047-12-573939/permenkes-pelayanan-radiologi-terawan-digugat-ke-ma, Diakses 5 Januari 2021 jam 23.30 WIB.
Ratih Anbarini, Jumlah Dokter Gigi Di Indonesia Jauh Dari Ideal, dalam http://news.unpad.ac.id, Diakses 28 Agustus 2020, jam 22.15 WIB.
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id, Diakses 23 Nopember 2020, jam, 23.00 WIB.
https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-439505-4tahunan-549.pdf, Diakses 26 Desember 2020, jam 20.15 WIB.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2021 Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan

Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.









